Minggu, 12 Desember 2010

Guru dan Kurikulum


Habis dapat mata kuliah profesi kependidikan...jadi miris,iseng aja bikin entri.


Guru dan kurikulum adalah komponen penting dalam sebuah sistem pendidikan. Keberhasilan atau kegagalan dari suatu sistem pendidikan sangat dipengaruhi oleh dua faktor tersebut. Sertifikasi tenaga pendidikan dan pengembangan kurikulum yang belakangan ini tengah dilakukan adalah upaya untuk memperbaiki sistem pendidikan melalui dua aspek di atas.

Dalam tulisan ini, penulis ingin menyoroti peran guru dan kurikulum dalam sistem pendidikan nasional. Di sini penulis akan memaparkan kondisi yang ada dan perlunya dilakukan usaha untuk memperbaikinya. Analisis yang dilakukan di sini berdasarkan pengalaman penulis dalam pengajaran dan pengembangan buku pelajaran berbasis kurikulum.

Dicari, Guru yang Profesional

Guru adalah komponen penting dalam pendidikan. Di pundaknya siswa menggantungkan harapan terhadap pelajaran yang diajarkannya. Benci atau sukanya siswa terhadap suatu pelajaran bergantung pada bagaimana guru mengajar. Saya katakan bahwa guru adalah ujung tombak dalam sistem pendidikan. Sebagai ujung tombak, tentu kita sangat berharap kepada peran guru dan kharismanya di hadapan siswa.

Sekarang, mari kita tengok bagaimana peranan guru di kelas. Kita harus berani mengakui bahwa guru berperan besar dalam menjadikan sebuah pelajaran di sekolah sulit dan tidak menarik minat siswa untuk mempelajarinya. Fakta ini didukung oleh pendapat banyak siswa sekolah yang pernah penulis temui dan pengalaman penulis saat sekolah dulu. Dari pengalaman siswa tersebut, penulis mendapati banyak guru yang tidak punya motivasi dan semangat untuk mengajar di kelas. Entah karena malas atau kurang menguasai materi pelajaran, sering guru tidak hadir di kelas dan kalaupun hadir tidak memberikan pelajaran sesuai dengan waktu yang tersedia. Sering waktu pelajaran di kelas diisi dengan mencatat ataupun mengerjakan tugas tanpa siswa diberi wawasan secukupnya tentang materi tersebut.

Ada juga guru yang untuk menutupi kemalasannya dan ketidakmampuannya menguasai materi memberikan tugas kepada siswa untuk merangkum materi pelajaran atau membuat makalah dengan topik materi pelajaran yang akan diajarkan. Dengan siswa telah membuat rangkuman atau makalah guru menganggap siswa sudah mempelajari materi tersebut dan menganggap siswa sudah mampu menjawab semua pertanyaan yang berkaitan dengan materi tersebut. Wow, hebat sekali ya! (Jadi, ngapain aja tuh guru?)
Guru yang lainnya, untuk menutupi kemalasannya dan kekurangannya, ada yang memanfaatkan otoritasnya dengan bersikap galak kepada siswa. Ini diharapkan dapat menarik perhatian siswa terhadap pelajaran yang diajarkannya sehingga guru akan lebih leluasa mengajarkan materi pelajaran. Tetapi, sikap ini malah menambah kebencian siswa kepada guru sekaligus juga terhadap pelajarannya. Tidak heran ada istilah guru killer untuk menyebut guru yang mempunyai sikap seperti ini, galak, kurang jelas dalam menerangkan materi, dan otoriter. Apakah seperti ini sikap guru yang sesungguhnya?

Wajar saja kalau kegiatan belajar di kelas menjadi kurang menarik dan sulit lha wong gurunya saja tidak pernah memberikan pelajaran sama sekali dan lebih suka marah-marah ketimbang mengajar. Dari mana siswa mendapat tambahan pengetahuan kalau bukan dari guru? Padahal guru bertanggung jawab untuk mengantarkan siswa memahami pelajaran dan membimbing siswa untuk menerapkan pelajaran yang diajarkannya.


Kurikulum yang Tidak Membumi

Tidak salah lagi, kurikulum adalah salah satu penyebab suatu pelajaran menjadi sangat sulit dan berat untuk dipelajari dan karenanya kurang disukai siswa. Di sini penulis mengambil contoh pelajaran fisika dan kurikulumnya sebagai studi kasus.

Kurikulum fisika yang ada tidak seharusnya diberikan pada tingkatan sekolah menengah. Karena menurut kurikulum ini materi pelajaran yang harus diberikan sangat banyak dan terlalu sulit jika dilihat bahwa jam pelajaran yang tersedia sangat terbatas dan siswa pun tidak hanya belajar fisika. Siswa juga harus belajar matematika, biologi, kimia, agama, ekonomi, sejarah dan lain-lain. Jadi, sangat tidak bijak apabila siswa dipaksakan (dijejali) untuk memahami semua materi yang ada di kurikulum.

Materi yang harus dipelajari oleh siswa tentang fisika begitu banyak dan mendetail yang masih perlu dipertanyakan haruskah materi ini diajarkan pada tingkat sekolah menengah. Perubahan kurikulum pada dasarnya tidak banyak mengubah materi pelajaran fisika ini karena hanya mengubah susunan atau struktur materi pelajaran. Perubahan kurikulum tidak pernah sama sekali menyentuh hal apakah materi ini layak dan harus diajarkan pada tingkat sekolah menengah. Pelajaran fisika yang selama ini kita pelajari di tingkat sekolah menengah seharusnya dipelajari di tingkat yang lebih tinggi (apa karena ini siswa kita banyak yang menggondol medali emas olimpiade fisika?).

Kurikulum yang ada selama ini hanya mampu diikuti oleh segelintir siswa saja yang mampu sedangkan sebagian besar siswa tidak dapat mengikuti apa yang ada di kurikulum. Seharusnya kurikulum dibuat untuk dapat diikuti oleh semua siswa, tidak hanya oleh segelintir siswa yang pintar saja. Berdasarkan pengalaman penulis untuk menjelaskan satu bagian (misalnya, hukum termodinamika I) saja dibutuhkan waktu yang cukup lama. Dan belum tentu bisa dipahami oleh semua siswa karena kemampuan masing-masing siswa berbeda-beda. Akibatnya, tidak cukup waktu yang tersedia untuk menyelesaikan seluruh materi yang ada dalam kurikulum.

Akan tetapi, karena kurikulum telah dijadikan pedoman dan bahkan seolah-olah bagaikan kitab suci yang wajib digunakan, kekurangan-kekurangan yang ada dalam kurikulum tidak bisa diganggu gugat. Ini menjadi beban tersendiri buat guru dan siswa.

Menurut pandangan penulis, pelajaran fisika seharusnya diarahkan untuk dapat membantu memecahkan masalah yang sering timbul dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran fisika bukan sekedar membahas seluruh aspek dari hukum-hukum fisika secara detil sekaligus menyelesaikan semua perhitungan yang berkaitan dengan hukum tersebut tanpa siswa mengetahui apa manfaat yang nyata dari hukum-hukum tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Bisa dikatakan kurikulum yang ada kurang membumi yang membuat siswa kurang berminat mempelajarinya.

Kurikulum yang terlalu padat dan kurang membumi diperparah oleh ketersedian buku sebagai pegangan guru dan siswa dalam pengajaran fisika di sekolah. Ya, harus diakui bahwa buku pelajaran adalah salah satu elemen penting dalam proses pendidikan di sekolah tak terkecuali dalam pelajaran fisika. Di atas telah disebutkan bahwa buku fisika sebagai pengantar memahami pelajaran fisika yang ada tidak representatif. Ini bukan berarti penulisnya yang salah ataupun penerbit yang tidak bertanggung jawab. Penulis maupun penerbit merasa mereka telah membuat buku sesuai dengan kurikulum yang terbaru (kurikulumnya aja ngga jelas!). Dan mereka beralasan buku yang tidak sesuai kurikulum (walaupun lebih membumi dan lebih bisa dibaca (ada ngga ya!)) tidak akan laku dijual. Buku yang sedianya menjadi salah satu elemen penting dalam pendidikan telah terperangkap dalam bisnis semata dan seolah-olah mengabaikan aspek pendidikan. Praktik bisnis ini membuat tidak ada penerbit yang berani membuat buku yang lepas dari pakem dan belenggu kurikulum sehingga buku tersebut bisa lebih membumi dan mudah dipahami.

Salah satu ganjalan lain berkaitan dengan kurikulum yang membuat pelajaran fisika menjadi terlihat sulit adalah adanya ujian nasional (UN) sebagai standar kelulusan. Pelajaran fisika (atau sains pada umumnya) yang sedianya dapat dieksplorasi menjadi lebih menarik terbentur oleh batasan-batasan standar ujian nasional. Dengan adanya batasan-batasan ini guru menjadi terbelenggu dan membatasi pengajarannya hanya pada materi yang diprediksi akan keluar dalam UN. Pengajaran fisika yang dapat diarahkan agar lebih menarik digantikan oleh pembahasan soal-soal untuk menghadapi UN. Keindahan ilmu dan penerapan fisika serta merta akan tertutup oleh kekhawatiran bagaimana menyelesaikan soal UN dengan benar. Tentu saja siswa akan merasa bosan dengan metode pengajaran seperti ini tapi apa boleh buat daripada tidak lulus UN bisa berabe. (Mau ditaruh di mana muka gue kalo ngga lulus UN!)

Kamis, 09 Desember 2010


TIPS PENGATURAN JADWAL BELAJAR EFEKTIF

Pengaturan Waktu adalah membuat dan melakukan jadwal belajar agar dapat mengatur dan memprioritaskan belajarmu dalam konteks membagi waktu dengan aktivitas, keluarga, dan lain-lain.

Pedoman:
~ Perhatikan waktumu.
~ Refleksikan bagaimana kamu menghabiskan waktumu.
~ Sadarilah kapan kamu menghabiskan waktumu dengan sia-sia.
~ Ketahuilah kapan kamu produktif.

Dengan mengetahui bagaimana kamu menghabiskan waktu dapat membantu untuk:

Pertama, Membuat daftar “Kerjaan”. Tulislah hal-hal yang harus kamu kerjakan, kemudian putuskan apa yang dikerjakan sekarang, apa yang dikerjakan nanti, apa yang dikerjakan orang lain, dan apa yang bisa ditunda dulu pengerjaannya.

Kedua, Membuat jadwal harian/mingguan. Catat janji temu, kelas dan pertemuan pada buku/tabel kronologis. Selalu mengetahui jadwal selama sehari, dan selalu pergi tidur dengan mengetahui kamu sudah siap untuk menyambut besok.

Ketiga, Merencanakan jadwal yang lebih panjang. Gunakan jadwal bulanan sehingga kamu selalu bisa merencanakan kegiatanmu lebih dulu. Jadwal ini juga bisa mengingatkanmu untuk membuat waktu luangmu dengan lebih nyaman.

Rencana Jadwal Belajar Efektif:

1.Beri waktu yang cukup untuk tidur, makan dan kegiatan hiburan.
2.Prioritaskan tugas-tugas.
3.Luangkan waktu untuk diskusi atau mengulang bahan sebelum kelas.
4.Atur waktu untuk mengulang langsung bahan pelajaran setelah kelas. Ingatlah bahwa kemungkinan terbesar untuk lupa terjadi dalam waktu 24 jam tanpa review.
5.Jadwalkan waktu 50 menit untuk setiap sesi belajar.
6.Pilih tempat yang nyaman (tidak mengganggu konsentrasi) untuk belajar.
7.Rencanakan juga “deadline”.
8.Jadwalkan waktu belajarmu sebanyak mungkin pada pagi/siang/sore hari.
9.Jadwalkan review bahan pelajaran mingguan.
10.Hati-hati, jangan sampai diperbudak oleh jadwalmu sendiri!